Selama 7 Tahun di Yogya

Selama 7 tahun di Yogya,

saya hanya 1 kali pindah kost. Iyes, dari awal mulai kuliah sampai akhirnya meninggalkan kota gudeg ini, saya hanya sekali pindah kost yaitu setelah saya menyelesaikan studi profesi saya. Sudah menjadi aturan tak tertulis di rumah kost pertama saya bahwa penghuni kost haruslah berstatus mahasiswa. Kalau sudah tidak mahasiswa atau sudah bekerja, silakan hengkang dan berikan kesempatan bagi adik-adik mahasiswa baru untuk kost disana hehehe…. πŸ˜€Β  So, setelah 4,5 tahun menempuh S1, saya sempat ditanya-tanya apa rencana berikutnya. Setelah saya sampaikan bahwa saya akan lanjut profesi, si ibu kost pun tidak meributkan extend nya saya di kost itu hihihihi…. 1,5 tahun selesai studi profesi, karpet merah pun digelar di depan kamar sebagai tanda kelulusan saya juga dari rumah kost *lebaaaaay* πŸ˜€ πŸ˜€Β  Saya pindah di kost kedua dan menempati sekitar 6 bulan sebelum akhirnya benar-benar hengkang dari Yogya πŸ™‚

Selama 7 tahun di Yogya,

saya belum pernah Β masuk ke Keraton Yogyakarta. Saya baru β€œwisata” ke Keraton justru ketika sudah bekerja bertepatan dengan acara outing team di Yogyakarta. Kenapa begitu? Setengahnya mengentengkan karena berpikir akan stay lama di Yogya, jadi saya berpikir ke Keraton mah kapan saja bisa. Baru menyesal setelah menjelang pergi dari Yogya dan tidak ada waktu untuk nengok-nengok isi Keraton

Selama 7 tahun di Yogya,

paling tidak satu kali makan dalam sehari adalah menunya si Emak. Emak adalah orang yang punya warung makan persis di sebelah kost saya. Menunya mah biasa dan itu-itu saja dari hari kehari. Apakah rasanya enak? Biasa saja sebetulnya. Mungkin karena saya orang rumahan enggan beli maem jauh-jauh, dari Emak ke Emak dah πŸ™‚ Tapi menu emak apa aja ada kok, 4 sehat (tanpa) 5 sempurna πŸ™‚

Selama 7 tahun di Yogya,

Gelanggang Mahasiswa adalah rumah pertama saya sebelum kost dan kampus. Hah! Mahasiswa macam apa ituh? Saya tidak bisa mengingkari kalau Gelanggang jadi rumah pertama saya karena saya bisa 12 jam lebih berada di Gelanggang. Sisanya ya di kost, kampus dan perjalanan wira wiri. Jam di perkuliahan efektif di kelas maksimal 6 jam. Itu masih di semester-semester awal yang padat lho…. Ke perpustakaan ngga sampai 1 jam, itu pun kalau ada tugas yang menuntut pencarian referensi di perpustakaan. Tugas kelompok atau mengerjakan tugas individu bisa dilakukan di kelas atau di Gelanggang juga :p Waktu-waktu senggang saya memang dibuat untuk beraktivitas di Unit Kegiatan Mahasiswa di Gelanggang Mahasiswa. Sampai di kost pun tinggal istirahat. Jadi ngga salah kalau saya harus akui, Gelanggang Mahasiswa adalah rumah pertama saya πŸ˜€

Selama 7 tahun di Yogya,

bus kota jalur 2, 3, 4, 5 dan 7 adalah sahabat sejati yang setia mengantarkan saya ke kampus, ke Gelanggang Mahasiswa, ke kawasan Malioboro untuk jalan-jalan, ke Gramedia buat ngendon seharian, ke terminal Jombor buat ngejar bus dan tempat-tempat lainnya. Saya adalah pengguna bus kota sejati kecuali kalau ada teman yang berbaik hati nyamperin sih. Dari awal yang sempat merasakan bayar ongkos bus Rp. 150 sampai terakhir ongkos bus Rp. 1000 apa 2000 gitu (kerasa bener itu dampak reformasi yah πŸ™‚ )

Selama 7 tahun di Yogya,

merasakan bagaimana asrinya kota. Saya sempat menjalani beberapa bulan walk to campus a.k.a jalan kaki dari kost ke kampus. Dari kost menyusuri kampus Biologi, kampus Geografi, menyeberang jalan Kaliurang, masuk kawasan Balairung, menyusuri kampus Ekonomi, kampus Sastra dan sampailah di kampus saya. Pepohonannya banyak dan rimbun πŸ™‚ Sempat merasakan lengangnya jalan, tidak begitu banyak sepeda motor apalagi mobil πŸ™‚ Merasakan keramaian bulan Ramadhan ketika sepanjang jalan Kaliurang menjadi lebih hidup baik ketika saat sahur maupun menjelang berbuka puasa. Para mahasiswa menjadi lebih kreatif dengan segala macam rupa panganan dan jajanan yang ditawarkan di pinggir-pinggir jalan πŸ™‚

Selama 7 tahun di Yogya,

saya belajar untuk hidup lebih mandiri, jauh dari orang tua. Belajar mengatur diri, mengatur tujuan, mengatur waktu, mengatur keuangan, mengatur tenaga, mengatur konsentrasi, mengatur prioritas, mengatur strategi, mengatur relasi sosial saya dan hal-hal lain. Menerima keberhasilan juga kegagalan. Merasakan kebahagiaan juga kesedihan. Bertambah wawasan, kemampuan dan pertemanan saya. Memupuk persahabatan-persahabatan baru yang akhirnya terasa dekat layaknya keluarga πŸ™‚

Sungguh 7 tahun yang berharga dan tidak akan tergantikan dengan apapun.

Dan saya berterima kasih untuk 7 tahun itu πŸ™‚

Notes : tulisan ini di posting atas dasar rasa kangen mendadak dengan kota Yogya. Untuk lebih mengobatinya, tidak ada yang bisa mewakili selain Yogyakarta-nya KLa Project πŸ™‚ πŸ™‚

8 thoughts on “Selama 7 Tahun di Yogya

    • hahaha….itu contoh malas mengalahkan bosan sih tepatnya πŸ˜€
      Iya, ngga tahu kenapa ya, yogya magnetnya besar banget. Pengen banget suatu saat bisa stay disana πŸ™‚

  1. belum pernah masuk ke Keraton Yogyakarta

    Hehehe … saya tersenyum simpul …
    Ini sama case nya dengan orang yang puluhan tahun tinggal di Jakarta tetapi belum pernah masuk ke Monas … (dan sumpah ini banyak lho …)

    (untung saya sudah … qiqiqi)(itupun karena mendampingi anak saya yang study wisata …)

    Salam saya Mita / Bunda Alin

    (dan terima kasih telah berkenan datang ke Blog saya)

    • Terima kasih sudah berkunjung Oom NH πŸ™‚

      Begitu ya Oom, mungkin karena berpikirnya, toh saya memang tinggal/hidup disni, mau kesana juga kapan-kapan bisa….eeeh….kejadian deh ngga dikunjungi juga πŸ˜€

  2. Ahhh,, ngerti banget deh perasaan kangen sama suatu kota. Buat gue kayak Bandung. TInggal disana cuma 5 tahun, tapi memorinya kayak 50tahun. =)
    Buat Yogya, I personally love it. Dan yeah, gue aja yang cuma visit dua kali udah masuk Keraton lohhhh! =p

    • Yup, setuju!! Bukan kota tempat kita berasal tapi rasanya lekat sekali πŸ™‚
      Nah itu dia, memalukan sekali bukan sudah 7 tahun tinggal di Yogya tapi ngga pernah tour Keraton πŸ˜€
      Terima kasih sudah berkunjung dan salam kenal ya May πŸ™‚

Leave a reply to mitzhy Cancel reply